Search for collections on Repository Universitas Jenderal Soedirman

Inklusi Sosial dalam Agenda Setting Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Hukum Adat

GEZON, Qembig Al (2021) Inklusi Sosial dalam Agenda Setting Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Hukum Adat. Skripsi thesis, Universitas Jenderal Soedirman.

[img] PDF (Cover)
COVER-Qembig Al Gezon-F1B017025-Skripsi-2021.pdf

Download (231kB)
[img] PDF (Legalitas)
LEGALITAS-Qembig Al Gezon-F1B017025-Skripsi-2021.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (214kB)
[img] PDF (Abstrak)
ABSTRAK-Qembig Al Gezon-F1B017025-Skripsi-2021.pdf

Download (510kB)
[img] PDF (BabI)
BAB-I-Qembig Al Gezon-F1B017025-Skripsi-2021.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (509kB)
[img] PDF (BabII)
BAB-II-Qembig Al Gezon-F1B017025-Skripsi-2021_compressed.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (343kB)
[img] PDF (BabIII)
BAB-III-Qembig Al Gezon-F1B017025-Skripsi-2021.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (578kB)
[img] PDF (BabIV)
BAB-IV-Qembig Al Gezon-F1B017025-Skripsi-2021.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (836kB)
[img] PDF (BabV)
BAB-V-Qembig Al Gezon-F1B017025-Skripsi-2021.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (275kB)
[img] PDF (DaftarPustaka)
DAFTAR PUSTKA-Qembig Al Gezon-F1B017025-Skripsi-2021.pdf

Download (558kB)
[img] PDF (Lampiran)
LAMPIRAN-Qembig Al Gezon-F1B017025-Skripsi-2021_compressed.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (707kB)

Abstract

Penelitian ini berjudul Inklusi Sosial Dalam Agenda Setting Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Hukum Adat. Judul tersebut dilatarbelakangi ketika Indonesia sudah berkomitmen untuk mengakui, menghormati, dan melindungi hak-hak masyarakat hukum adat melalui regulasi dan peran aktifnya dalam pertemuan atau organisasi internasional. Namun pada kenyataannya praktik tersebut belumlah terpenuhi dengan masih banyak bentuk upaya kriminalisasi, diskriminasi, dan marginalisasi terhadap masyarakat adat. Sebagian besar komunitas masyarakat adat menjadi tertindas dan miskin karena ketimpangan penguasaan sumber-sumber kehidupan. Kriminalisasi dari era orde baru hingga kini masih terus berlanjut bagi masyarakat hukum adat, dalam mengakses sumber daya yang merupakan haknya. Bahkan mereka diusir dengan alasan merambah yang bukan haknya. Masyarakat adat, baik di sekitar hutan maupun di pesisir dan pulau-pulau kecil diperlakukan seolah tamu dan pendatang di wilayah adatnya sendiri. Arti penting inklusi sosial bagi masyarakat adat ialah partisipasi lokal dalam pengambilan keputusan, serta kesejahteraan sosial dan budaya. Saat ini, isu inklusi sosial telah menjadi agenda politik di kalangan pemimpin politik, menjadi bahan wacana akademis di kalangan intelektual dan bidang prioritas pembangunan di kalangan praktisi pembangunan. Hal tersebut berimplikasi dengan adanya RUU (Rancangan Undang-Undang) Masyarakat Hukum Adat terdiri dari 17 bab dan 58 pasal yang sedang dibahas oleh Pemerintah dan DPR RI guna mendorong adanya inklusi sosial bagi masyarakat adat. Namun, RUU Masyarakat Hukum Adat sudah gagal ketuk palu atau disahkan dalam dua periode jabatan DPR dan dari era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhyono hingga era Presiden Joko Widodo. Pada tahun 2020 dan 2021, rancangan ini kembali masuk menjadi agenda prolegnas (program legislasi nasional) prioritas. Penelitian ini menggunakan model the streams metaphor (metafora aliran) dari John Kingdon (2013) yang terdiri dari problem stream, policy stream, dan politics stream yang digabungkan dengan dua aliran selanjutnya, yaitu process stream dan programme stream dalam five stream ‘confluence’ model oleh Howlett, Mcconell dan Perl (2015) sebagai fokus penelitian dalam suatu masalah mendapatkan status agenda dan solusi alternatif dipilih, ketika elemen dari kelima “aliran” bersatu. Agenda setting ialah suatu proses di mana masalah dan solusi alternatif mendapatkan atau kehilangan perhatian publik dan elit. Agenda setting sangat memengaruhi keputusan kebijakan, karena agenda memberikan gambaran sekilas yang tidak sempurna tentang opsi kebijakan yang dapat diadopsi. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui tahapan agenda setting dalam RUU Masyarakat Hukum Adat di Indonesia guna mendorong inklusi sosial dan mengetahui peran para aktor pada tahapan agenda setting dalam RUU Masyarakat Hukum Adat di Indonesia guna mendorong inklusi sosial. Metode pada penelitian ini yaitu metode kualitatif. Pemilihan informan yang digunakan adalah purposive sampling dan snowball sampling. Pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode analisis interaktif. Hasil penelitian menunjukkan isu dan masalah kebijakan didefinisikan melalui indikator yang terdapat dalam RUU Masyarakat Hukum Adat sangat kompleks mengingat masalah dan isu ini sangat beragam dan pelik, juga masih terdapat isu dan masalah yang diperdebatkan dan dipermasalahkan oleh para aktor terkait. Pendefinisian isu dan masalah kebijakan dalam RUU Masyarakat Hukum Adat berakibat pada hal-hal yang lebih baik bagi masyarakat hukum adat. Terdapat beberapa fokus peristiwa yang menyebabkan munculnya masalah dan isu kebijakan yang berpengaruh terhadap kesadaran publik/elit mengenai adanya RUU Masyarakat Hukum Adat. Publik/elit yang kontra memiliki kepentingan dengan sumber daya alam yang ada di wilayah adat. Fokus peristiwa dengan alternatif yang tersedia dalam aliran kebijakan dengan kehadiran RUU Masyarakat Hukum Adat, yaitu mengakomodir penyelesaian permasalahan dan konflik terkait pengakuan, perlindungan, dan pemberdayaan sampai mengenai kelembagaan masyarakat hukum adat. Terdapat umpan balik secara formal (dilihat dari biaya dan progres) dan umpan balik secara informal (keluhan yang masuk ke pemerintah) dalam RUU Masyarakat Hukum Adat. RUU Masyarakat Hukum Adat memiliki kelayakan teknis dan nilai akseptabilitas terlebih draf RUU yang berasal dari Koalisi Pemantau RUU. Antisipasi kendala dalam RUU Masyarakat Hukum Adat terbagi menjadi segi biaya, penerimaan publik, penerimaan politisi, dan pejabat publik. Terdapat kesempatan yang masuk akal untuk Penerimaan RUU Masyarakat Hukum Adat di antara para Pembuat Keputusan terpilih. Namun masih terdapat para politisi, pejabat publik, dan pembuat keputusan terpilih yaitu DPR-RI yang kurang menerima RUU ini dengan menunjukkan sikap resistance/penentangan terutama jika berbicara mengenai hak ulayat masyarakat adat seperti wilayah, tanah, dan hutan adat. Keadaan politik saat ini dikategorikan mendukung untuk disahkannya RUU Masyarakat Hukum Adat yang terindikasi dalam beberapa hal. Meskipun, keadaan politik di parlemen/DPR-RI berkaitan political will masih kurang kondusif dan kompleks dalam menentukan sikap pada pengesahan RUU Masyarakat Hukum Adat, seperti lebih memprioritaskan pada pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja. Opini dan sentimen publik dapat dikategorikan cukup mendukung untuk disahkannya RUU Masyarakat Hukum Adat, meskipun opini dan sentimen tersebut lebih terkait pendekatan untuk menghargai masyarakat hukum adat, bukan dalam konteks substansi RUU yang masih minim. Kemudian pergantian dan perubahan pemerintahan, baik administrasi maupun legislatif ikut mengukuhkan pengesahan terhadap RUU, meskipun terkadang isu pengakuan RUU ini dalam pergantian pemerintahan hanya sebatas seremonial dan alat politik untuk menarik simpati dan dukungan. Juga terdapat permasalahan dalam proses pengesahan RUU ini akibat pergantian pemerintahan, di mana proses pembahasan RUU seharusnya tidak carry over tetapi kenyataannya pihak DPR membahas mengenai substansi naskah akademik dan draf RUU dari yang lama yaitu tahun 2014, bukan yang diajukan oleh pengusul tahun 2019. Perihal kampanye tekanan kelompok kepentingan yang dilakukan Koalisi Pemantau mengantarkan posisi RUU Masyarakat Hukum Adat selesai melewati tahap pengharmonisasian, pembulatan, dan penetapan pada rapat pleno Baleg (Badan Legislasi) 4 September 2020. Kampanye yang dilakukan oleh Koalisi terkendala pandemi, sumber daya manusia, dan pendanaan. Walaupun koalisi sudah berupaya maksimal tetapi masih perlu melakukan upaya-upaya perbaikan dalam kampanye dan advokasi yang dilakukan. Adanya keterlibatan dan komitmen stakeholder dan aktor terkait dengan perannya masing-masing sangat menentukan keberhasilan proses pembahasan dan pengesahan RUU Masyarakat Hukum Adat. Tahapan dalam proses pemeriksaan dan pengujian yang dilakukan terhadap RUU Masyarakat Hukum Adat didasarkan pada pada Peraturan DPR-RI No 2 Tahun 2020 tentang Pembentukan Undang-Undang yang juga berpengaruh terhadap penentuan waktu, karena peraturan tersebut tidak menyebutkan dan mengatur mengenai batasan waktu suatu RUU akan dijadwalkan pada rapat paripurna oleh Bamus (Badan Musyawarah). Proses pemeriksaan dan pengujian oleh stakeholder terkait dilaksanakan pada RDPU (Rapat Dengar Pendapat Umum) dan rapat lainnya, serta secara independen oleh Koalisi Pemantau. Pelibatan masyarakat secara umum dalam proses pemeriksaan dan pengujian RUU Masyarakat Hukum Adat hanya dapat menilai dan melihat secara transparan melalui siaran live streaming dalam channel DPR-RI. Kemudian, hasil dari keputusan otoritatif yaitu DPR-RI menunjukkan delapan dari sembilan fraksi yang ada di DPR-RI dalam rapat pleno Baleg pada 4 September 2020 menyepakati pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi draf RUU Masyarakat Hukum Adat. Dalam mendukung hasil dari keputusan otoritatif ini dikaitkan dengan Peraturan DPR-RI No 2 Tahun 2020 tentang Pembentukan Undang-Undang. Terakhir, jadwal dan jalur umum dalam proses penyusunan dan pengesahan RUU Masyarakat Hukum Adat sudah ditetapkan oleh Fraksi NASDEM selaku pengusul, Baleg, dan DPR-RI mengacu pada Peraturan DPR-RI No 2 Tahun 2020. Bahkan Koalisi Pemantau RUU juga menetapkan jadwal dan jalur umum dalam proses penyusunan dan pengesahan RUU Masyarakat Hukum Adat, namun belum optimal yang terhambat karena adanya pandemi. Tujuan dari RUU Masyarakat Hukum Adat sesuai dengan yang tertera dalam draf RUU tersebut. Kemudian, instrumen kebijakan potensial dan spesifik yang aktif digunakan dalam penyusunan dan pengesahan RUU Masyarakat Hukum Adat ialah Peraturan DPR-RI No 2 Tahun 2020 tentang Pembentukan Undang-Undang. Selama proses penyusunan dan pembahasan RUU Masyarakat Hukum Adat dilakukan integrasi dengan peraturan lainnya yang juga mengatur masyarakat hukum adat melalui identifikasi peraturan terkait. Hal ini dilakukan oleh tim pengusul yang terdiri dari tenaga ahli fraksi dan tenaga ahli Baleg. Koalisi Pemantau RUU Masyarakat Hukum Adat juga melakukan pemetaan regulasi. Dalam RUU Masyarakat Hukum Adat juga mengatur perihal integrasi RUU dengan peraturan lainnya yang sudah berlaku sebelum diundangkannya RUU tersebut, melalui Draf RUU Masyarakat Hukum Adat terdapat Bab XV mengenai Ketentuan Lain, Bab XVI mengenai Ketentuan Peralihan, dan Bab XVII mengenai Ketentuan Penutup. Disebabkan RUU ini nantinya ketika disahkan menjadi instrumen untuk integrasi dengan peraturan terkait. Pada akhirnya, kehadiran RUU Masyarakat Hukum Adat dapat memastikan perangkat hukum yang komprehensif dan khusus tentang perlindungan hak masyarakat hukum adat, yang bersifat afirmatif dan menjamin partisipasi masyarakat adat yang pada akhirnya mampu mendorong inklusi sosial.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Nomor Inventaris: F21356
Uncontrolled Keywords: agenda setting, inklusi sosial, kebijakan, RUU Masyarakat Hukum Adat
Subjects: S > S438 Social life and customs
S > S443 Social policy
Divisions: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik > S1 Ilmu Administrasi Negara
Depositing User: Mr Qembig Al Gezon
Date Deposited: 19 Nov 2021 09:09
Last Modified: 19 Nov 2021 09:09
URI: http://repository.unsoed.ac.id/id/eprint/12185

Actions (login required)

View Item View Item